Dari Pengajian, ke Madrasah lalu ke Jamaah

Usaha Dakwah dan Tabligh yang sekarang telah mendunia ini, bukanlah usaha yang muncul dengan tiba-tiba. Usaha yang pernah membawa kejayaan umat di masa lalu ini dibangkitkan kembali melalui kerisauan, pengkajian, pengalaman, dan pengorbanan yang mendalam dari Maulana Ilyas Kandahlawi (rahmatullah alaih). Usaha ini dimulai di kalangan orang Meo yang mendiami kawasan Mewat di sebelah selatan Delhi, India.

Orang-orang Meo, meskipun secara lahir banyak yang mengaku beragama Islam, tetapi dari segi adat istiadat, ibadah dan kebudayaan sangat jauh dari nilai-nilai Islam, bahkan sebagian besar terpengaruh ajaran lain yang berkembang di India. Di samping merayakan hari raya Islam mereka juga merayakan hari raya agama lain. Umumnya mereka buta huruf, berakhlak buruk, kasar dan terkenal sebagai peminum ulung, mereka juga dikenal suka merampok dan mencuri.

Mereka menjalani kehidupan semacam itu selama beratus-ratus tahun, keadaan seperti ini membuat mereka tertinggal dan tersisih dari dunia luar. Meskipun mereka hidup di dekat pusat pemerintahan Delhi, mereka selalu dalam keadaan terasing dan terpinggirkan. Pendek kata, sifat dan tabiat mereka mirip seperti kaum jahiliyyah di masa Nabi Muhammad SAW, di kalangan seperti inilah Maulana Ilyas memulai gerakan dakwah.

Hubungan dengan orang Meo, sebenarnya telah dirintis oleh Maulana Muhammad Ismail, ayahanda Maulana Ilyas sendiri, kebetulan beliau tinggal di Basthi Nizamuddin yang merupakan jalan masuk ke Mewat. Hubungan ini digunakan sebaik-baiknya oleh Maulana Ismail dan kemudian dilanjutkan oleh Maulana Ilyas untuk menarik mereka kembali kepada kehidupan agama yang sebenarnya.

Setiap ada waktu untuk bertemu, Maulana selalu menggunakan kesempatan tersebut untuk meningkatkan pengetahuan agama dan membiasakan mereka dengan peraturan dan rukun-rukun syariat. Keluarga Maulana juga memelihara anak-anak Mewat dan mendidik mereka dalam madrasah dan kemudian mengirim kembali ke Mewat untuk berdakwah. Dengan cara ini, sedikit kesadaran mengenai pentingnya agama mulai tumbuh di kalangan mereka.

Untuk lebih menanamkan lagi pengetahuan agama di kalangan mereka, Maulana Ilyas menyarankan agar mereka mendirikan madrasah untuk mendidik anak-anak mereka. Setiap kali orang Meo mengundang Maulana, pendirian Madrasah ini selalu menjadi hal yang disyaratkan oleh Maulana.

Bagi orang Mewat, mendirikan madrasah merupakan syarat yang yang sangat berat dan hampir merupakan hal yang mustahil, mereka beralasan anak-anak mereka tidak dapat lagi bekerja dan berarti mengurangi pendapatan mereka. Tetapi dengan bujuk rayu, akhirnya madrasah ini berhasil didirikan. Maulana berkata kepada mereka, “Beri aku murid , aku akan menyediakan uang!” Semua biaya untuk keperluan madrasah keluar dari saku beliau. Alhamdulillah, akhirnya dalam waktu singkat, puluhan bahkan ratusan madrasah kemudian berhasil didirikan.

Kerisauan Maulana Ilyas, tidak berhenti sampai di situ saja. Dalam pandangan beliau, ternyata madrasah ini tidak memberi pengaruh yang signifikan dalam usaha perbaikan agama. Madrasah tidak bebas dari pengaruh lingkungan yang tidak mendukung, di samping itu para siswa yang telah lulus juga tidak bisa berbuat apa-apa untuk meningkatkan iman.

Pengaruh madrasah ini juga hanya terbatas untuk anak-anak yang sebenarnya belum matang kejiwaannya, sementara orang dewasa hampir tidak tersentuh sama sekali, padahal sebenarnya orang dewasa lah yang paling memerlukan usaha perbaikan ini, karena mereka para pemimpin rumah tangga yang akan mengemudikan kendali keluarga, yang merupakan unit terkecil dari sebuah masyarakat.

Pengalaman inilah yang menyadarkan Maulana bahwa usaha perbaikan ini tidak bisa bergantung pada perbaikan diri secara perorangan atau membatasi hanya kepada kelas tertentu saja. Perbaikan ini harus diusahakan ke atas masyarakat umum. Atas dasar itu lah kemudian dibentuk jamaah-jamaah dan dikirim ke berbagai wilayah di sekitar Mewat, seperti ke Kandhla, kampung asal Maulana Ilyas sendiri dan berbagai tempat lainnya.

Bukan perkara yang mudah untuk untuk meminta orang agar keluar meninggalkan rumahnya dan menangguhkan pekerjaan mereka walau sebentar, belum lagi kesulitan di tempat mereka keluar, apakah mereka mau menerima orang-orang Mewat yang biasa bertabiat kasar dan berkelakuan kurang baik tersebut.

Usaha membentuk jamaah ini bukan usaha yang mudah, usaha ini harus melalui berbagai rintangan dan jalan yang terjal. Untuk usaha ini Maulana Ilyas telah mencurahkan segala pengorbanan yang beliau bisa lakukan berupa waktu, pikiran, kerisauan dan harta benda beliau.

Hari ini, kita telah menerima usaha dakwah dalam bentuk yang “jadi”. Mudah-mudahan, dengan segala mujahadah, kita dapat melanjutkan apa yang telah dirintis oleh Maulana Ilyas dan para masyaikh tersebut. Insyaallah